FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
TELAAH FILSAFAT ILMU
Disusun oleh :
Akbar Solikhin (123 111 020)
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dorongan ingin tahu
sebagai hasrat alamiah manusia merupakan entry point bagi lahirnya
segala ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, kelahiran ilmu pengetahuan akan
selalu diawali oleh rasa keingintahuan manusia akan segala sesuatu. Apa yang
diketahui manusia disebut pengetahuan.[1]
Ilmu yang mengkaji
pengetahuan disebut Filsafat Pengetahuan (epistemology atau theory of
knowledge). Menurut Koento Wibisono dalam bukunya Toto Suharto, ilmu ini lahir
semenjak Imanuel Kant (1724-1804 M) menyatakan bahwa filsafat merupakan
disiplin ilmu yang menunjukan batasan-batasan dan ruang lingkup pengetahuan
secara tepat.[2]
Berfilsafat
adalah berfikir bebas, radikal, kreatif dan ilmiah filsafat itu sendiri juga di
pahami sebagai orientasi yang mencerahkan kehidupan sebagai kreatifitas akal.
Maka lembaga pendidikan bukan berarti sesuatu yang hidup dalam menara gading
dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat, akan tetapi sesuatu yang hidup
menyatu dengan masyarakat dan berbagai persoalannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Tinjauan
Filsafat Pendidikan Islam di lihat dari Aspek Aksiologi?
2. Apa Hubungan Aspek Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam?
3. Apa Tinjauan Filsafat Pendidikan
Islam di lihat dari segi Aksiologi?
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah pendidikan
islam pada intinya mengacu pada pengertian pendidikan Islam secara filosofis,
yang sampai saat ini istilah kejelasan pendidikan islam masih menjadi
perdebatan dalam konsep dan realitanya. Pada dimensi lain pendidikan Islam akan
menghadapi hukum perubahan yang berlangsung secara cepat.
Dampak dari perubahan
era akan terasa dalam dunia pendidikan dan sangat berpengaruh kuat terhadap
perkembangan masyarakat. Pola kehidupan masyarakat akan berubah sesuai dengan
sifat dan ciri dari masing-masing era. Begitu pula dengan lembaga pendidikan
akan mengalami pergeseran orientasi.
Orientasi yang di
maksud adalah sangat jarang di temukan lagi lembaga pendidikan yang mempunyai
misi kemanusian semata tetapi pelan tapi pasti akan bergeser ke arah orientasi
yang bersifat pragmatis sesuai dengan kebutuhan era globalisasi dan
industrialisasi, oleh karenanya membutuhkan terobosan pemikiran ganda bagi
pengelola lembaga pendidikan Islam, supaya kecerdasan spiritual tidak mengalami
abrasi modernisasi yang berorientasi pada kecerdasan intelektual saja[3].
A. Filsafat
Pendidikan Islam di lihat dari Aspek Ontologi
1.
Pengertian
Filsafat Pendidikan Ilmu
Sebelum merambah jauh berbicara tentang pengertian Filsafat Pendidikan
Islam, sebaiknya disini diungkapkan dahulu apa itu filsafat. Ada dua
pendapat berbeda mengenai asal-usul tema filsafat secara etimologi. Pertama,
pendapat pertama menyebutkan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, falsafah.
Pendapat ini diantaranya dikembangkan oleh Harun Nasution. Menurutnya, filsafat
berasal dari kata Arab, falsafa dengan timbangan f’lala, fa’lalah, dan
fi’lal. Dengan demikian, kata benda falsafa adalah falsafah
dan filsaf.
Namun bahasa Indonesia menyebutkan filsafat padahal terma ini dilihat dari
akar katanya bukan berasal dari kata Arab, falsafat dalam bahasa
Indonesia itu, berasal dari kata fil (Inggris) dan safah (Arab),
yang apabila keduanya digabungkan akan menjadi filsafat. Pendapat kedua,
menyatakan bahwa terma filsafat berasal dari bahasa Inggris, philo
dan sophia. Philo berarti cinta, dan sophia berarti ilmu
atau hikmah.
Berikut dikemukakan beberapa pengertian filsafat menurut para ahli dari
klasik hingga modern. Diantaranya adalah:
a)
Plato (427-347 SM)
mengatakan bahwa filsafat itu tidak lain dari pengetahuan tentang segala
sesuatu yang ada.
b)
Aristoteles
(384-322 SM) berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala
benda.
c)
Al-Farabi (w. 950
M) mengungkapkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya.
d)
Kamus Besar Bahasa
Indonesia menulis bahwa filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumannya.
e)
Fuad Hasan
menggagas bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, radikal
dalam arti mulai dari radiknya suatu gejala dari akarnya sesuatu yang hendak
dipermasalahkan.
Dari berbagai pengertian filsafat diatas, kiranya dapat dikatakan bahwa
para ahli telah merumuskan filsafat secara berbeda-beda. Hal ini
mengindikasikan bahwa filsafat memang sulit didefinisikan. Dari pengertian ini,
maka ada unsur yang mendasari sebuah pemikiran filsafat diantaranya
adalah sebagai berikut:
a)
Filsafat itu
sebuah ilmu pengetahuan yang mengendalikan penggunaan akal (rasio) sebagai
sumbernya.
b)
Tujuan filsafat
adalah mencari kebenaran atau hakikat segala sesuatu yang ada.
c)
Objek material filsafat
adalah segala sesuatu yang ada.
d)
Metode yang
digunakan dalam berpikir filsafat adalah mendalam, sistematik, radikal, dan
universal.
e)
Filsafat itu
menggunakan akal sebagai sumbernya, maka kebenarannya yang dihasilkannya dapat
diukur melalui kelogisannya.
2. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Pembahasan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam sebenarnya merupakan
jawaban dari pertanyaan apa itu objek Filsafat Pendidikan Islam? Ini merupakan
kajian ontologis filsafat pendidikan islam sebagai sebuah ilmu. Sebagaimana
telah disebutkan pada bagian pendahuluan bab ini, bahwa setiap ilmu pengetahuan
mempunyai objek tertentu yang akan dijadikan sasaran pendidikan sasaran
penyelidikan (objek material) dan yang akan dipandang (objek formal).
Objek material pendidikan Islam sama dengan objek filsafat pada umumnya,
yaitu segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu yang ada mencakup “ada yang
tampak” dan “ada yang tidak tampak”. Sedangkan objek formal filsafat pendidikan
islam adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang
pendidikan Islam untuk dapat diketahui hakikatnya.
Oleh karena itu, objek formal yang dapat membuat filsafat Pendidikan Islam
berbeda dengan yang lainnya, pembahasan ini akan ditekankan pada objek
formalnya. Dalam konteks ini, Toto Suharto membagi objek formal filsafat
Pendidikan Islam dalam dua kerangka, makro dan mikro. Makro adalah
melihat filsafat pendidikan Islam dari sumber teoretis-teoretis
filofofis, sedangkan yang dimaksud dengan mikro adalah melihat objek filsafat
pendidikan Islam dari segi praktis, pragmatis dalam sebuah proses
pelaksanaanya[4].
3. Obyek
Kajian
Obyek filsafat terbagi menjadi
dua obyek yaitu; obyek materi dan obyek formal filsafat. Yang disebut obyek
materi adalah hal atau bahan yang akan diselidiki (hal yang menjadi sasaran
penyelidikan), sedangkan obyek forma adalah sudut pandang (point of view), dari
mana hal atau bahan tersebut
dipandang. Obyek
materi filsafat yang diselidiki mengenai semua yang ada : manusia, alam dan Tuhan, sedangkan
obyek formal filsafat yang menyangkut
hakikat, sifat dasar arti atau makna terdalam dari sesuaatu hal . Dengan
kata lain bahwa objek filsafat Islam itu adalah meliputi :
1. Objek materia
filsafat ialah Semua yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga
persoalan pokok:
a. Hakekat
Tuhan;
b. Hakekat Alam dan
c. Hakekat Manusia.
2. Objek formal
filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya
sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat.
Dari pemahaman di atas nampak
bahawa Objek filsafat itu bukan main luasnya”, yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh
karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai
dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang
mungkin ada menurut akal pikirannya.
DR Musa As’arie menjelaskan bahwa
objek dari Filsafat islam adalah membahas hakikat semua yang ada, sejak dari
tahapan ontologis, hingga metafisis, membahas nilai-nilai yang meliputi
epistemologis, estetika,dan
etika yang disesuaikan dengan kecendrungan perubahan dan semangat zaman. Kajian
filsafat Islam terhadap objek material dari waktu ke waktu mengkin tidak
berubah, tetapi corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus
kajiannya (objek formal) harus berubah dan menyesuaikan dengan perubahan, serta
konteks kehidupan manusia, dan semangat baru yang selalu muncul dalam setiap
perkembangan jaman.
Atas dasar pada bidang
penyelidikan dari objeknya ini, maka filsafat dapat dibagi menurut objeknya adalah
sebagai berikut:
1. Ada Umum yakni
menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat
bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Eropa, ADA
UMUM ini disebut “Ontologia” yang berasal dari perkataan Yunani
“Onontos” yang berarti “ada”,
2. Ada Mutlak, sesuatu yang ada
secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung kepada apa dan
siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan ia harus
terus menerus ada, karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal adanya segala
sesuatu. Ini disebut orang “Tuhan” dalam Bahasa Yunani disebut “Theodicea”
dan dalam Bahasa Arab disebut “Ilah” atau “Allah”.
3. Comologia, yaitu filsafat yang
mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya alam dan bagaimanakah
hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat
alam yang menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya
adanya itu karena dimungkinkan Allah. “Ada tidak mutlak”, mungkin “ada” dan
mungkin “lenyep sewaktu-waktu” pada suatu masa.
4. Antropologia (Filsafat Manusia),
karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak” maka juga menjadi objek
pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya dan
apakah pendorong tindakannya? Semua ini diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.
5. Etika: filsafat yang
menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia yang dipandang
baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan
lain-lain makhluk.
6. Logika: filsafat akal
budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal yang
terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa
kepastian tentang logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan
dasar. Tegasnya tanpa akal budi takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu
dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu
mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal,. Maka penyelidikan tentang
akal budi itu disebut Filsafat Akal.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa sebenarnya objek Filsafat Islam ialah sama dengan objek kajian filsafat
pada umumnya yaitu realitas, baik yang material maupun yang ghaib. Hanya
Perbedaannya terletak pada subjek yang mempunyai komitmen Qur’anik.
B. Aspek Epistemologi Filsafat
Pendidikan Islam
1)
Sumber-Sumber
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam sebgai sebuah ilmu secara epistemologis
seyogyanya mempertanyakan darimana filsafat pendidikan Islam dapat diambil,
atau dengan kata lain, sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi pegangan
keilmuan bagi filsafat pendidikan Islam.
Filsafat pendidikan Islam berdasarkan ajaran Islam artinya bersumber pada
Al-Qur’an dan As-Sunnah senantiasa dijadikan landasan bagi filsafat pendidikan
Islam. Filsafat pendidikan Islam berdasarkan ajaran yang dijiwai Islam artinya
selain Al-Qur’an dan As-Sunnah, filsafat pendidikan Islam juga mengambil
sumber-sumber dari ajaran lain yang sejalan, atau tidak bertentangan dengan
sumber-sumber ajaran lain yang sejalan, atau tidak bertentangan dengan pokok
ajaran Islam.
Allah dalam konsep Filsafat Pendidikan Islam merupakan “Pendidik” Yang Maha
Agung, yang bukan hanya mendidik manusia saja, melainkan juga makhluk
seluruhnya. Oleh karena itu, filsafat Al-Qur’an tentang pendidikan bersifat
menyeluruh dan terpadu, mengandung perkembangan dan perubahan. Menyeluruh
dalam arti meliputi wujud keseluruhannya. Terpadu artinya memadukan antara yang
material dengan spiritual antara dunia dan akhirat.
2)
Pendekatan Studi
Filsafat Pendidikan Islam
Pada prinsipnya, semua metode yang dapat digunakan dalam kajian filsafat
dapat juga digunakan bagi upaya pengembangan Filsafat Pendidikan Islam.
Secara asasi, ada tiga metode yang dapat digunakan dalam penyelidikan filsafat,
yaitu kontemplatif, spekulatif, dan dedukatif. Dari pendekatan studi filsafat
dibawah ini akan dikemukakan mengenai pendekatan studi Filsafat Pendidikan
Islam sebagai berikut[5]:
a)
Pendekatan
Normatif
Pendekatan
normatif sering juga disebar pendidikan doktriner. Maksud dari pendekatna ini
adalah melakukan studi dengan jalan membangun, meramu, dan memformulasikan
sebuah pemikiran dalam mencari pemikiran dalam Filsafat Pendidikan Islam.
b)
Pendekatan
Historis
Pendekatan
historis digunakan dalam filsafat pendidikan Islam dengan cara mengadopsi
metode yang digunakan dalam penelitian sejarah Islam.
c)
Pendekatan Bahasa
(linguistik)
Pendekatan
linguistik atau bahasa digunakan dalam studi Filsafat Pendidikan Islam biasanya
menekankan pada dua kategori yaitu analisis bahasa dan analisis konsep.
d)
Pendekatan
kontekstual
Pendekatan konteks
tual ini adalah pendekatan yang mencoba memahami Filsafat Pendidikan
Islam dalam konteks sosial, politik, budaya, dan sebagainya dimana pendidikan
Islam itu berada.
e)
Pendekatan
Filsafat Tradisional
Pendekatan ini
adalah bahwa filsafat pendidikan itu berupaya mengkaji sistem-sistem atau
aliran-aliran yang ada di dalamnya. Filsafat tradisional adalah filsafat
sebagaimana terdapat dalam sistem, jenis serta filsafat.
f)
Pendekatan
Filsafat Kritis
Didalam setiap
agama selalu ditemukan aspek sakralis yang doktrinal-teologis dan aspek
profanitas yang kultural sosiologi.
g)
Pendekatan
Hermeneutik
Setiap teks,
menurut Komaruddin Hidayat, lahir dalam sebuah wacana yang memiliki banyak
variabel, seperti susana politik, ekonomis, sosiologis, psikologis, dan
sebagainya.
C. Filsafat
Pendidikan Islam di lihat dari Aspek Aksiologi
1.
Urgensi
Dan Fungsi Filsafat Pendididkan Islam
Pertanyaan yang perlu dikemukakan dalam pembahasan ini
adalah untuk apa mempelajari filsafat pendidikan Islam? Jawabannya terhadap
pertanyaan ini merupakan jawaban aksiologi, karena aspek aksiologinya biasanya
mempertanyakan guna dan fungsi suatu ilmu pengetahuan. Secara umum, Knight
menuturkan empat urgensi mempelajari Filsafat Pendidikan, yaitu
a)
Membantu
para pendidik menjadi paham akan persoalan mendasar pendidikan.
b)
Memungkinkan
para pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebeh baik mengenai berbagai
tawaran yang merupakan solusi bagi persoalan-persoalan tersebut.
c)
Membekali
para pendidik berfikir klarifikatif tentang tujuan-tujuan hidup dan pendidikan.
d)
Memberikan
bimbingan dalam mengembangkan suatu sudut pandang yang konsisten secara
internal, dan dalam mengembangkan suatu program pendidikan yang bersumber
secara realistik dengan konteks dunia global yang lebih baik dan luas.
2.
Perbandingan
Filsafat Pendidikan Islam Dan Filsafat Pendidikan Barat.
Filsafat Pendidikan Islam yang berorientasi dengan wahyu dan
filsafat pendidikian Barat yang murni rasional. Akan tetapi, mengingat
epistemologi Islam tidak mengenal pertentangan antara wahyu dan akal,[6]
maka perbandingan ini menjadi mungkin.
Disamping itu, dalam
beberapa hal, filsafat pendidikan Islam tak jarang mengambil konsep-konsep atau
teoriteori yang berasal dari filsafat pendidikan Barat, sebagaimana dilakukan
oleh kelompok filsafat pendidikan Islam kritis. Adopsi dan adaptasi semacam ini
dilakukan karena yang menjadi keyakinan ilmiah kaum muslim adalah
a)
“Allah
memberi hikmah kepada orang yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang diberi
hikmah, maka sesungguh ia akan mendapatkan kebaikan yang banyak.”[7]
b)
“Perkataan
hikmah itu adalah barang hilang kaum Mukmin, maka ia barhak atasnya di mana pun
menemukannya.”
c)
“Ambilah
hikmah itu dari mana pun datangnya.
d)
“Carilah
ilmu pengatuhuan walaupun ke negeri Cina.
Dengan beberapa alasan di atas, perbandingan ini menjadi
penting adanya dalam merumuskan sebuah filsafat pendidikan yang khas Islam,
yang berbeda dengan filsafat pendidikan lainnya. Di lain pihak, pertandingan
semacam ini perlu dilakukan dalam rangka tegak dan kokohnya epistimologi
Filsafat Pendidikan Islam.
Berikut
beberapa perbandingan di antara keduanya:
a.
Filsafat
Pendidikan Islam berdasarkan pada wahyu, sedangkan filsafat pendidikan Barat
berpijak pada humanistik murni dan filsafat pendidikan profan yang mengandalkan
rasionalisasi.
b.
Filsafat
pendidikan Islam berusaha mengembangkan pandangan integral antara yang profan
dan yang sakral, sedangkan filsafat pendidikan Barat hanya mengembangkan aspek
profan saja. Karena itu, didalam filsafat pendidikan Barat, kepribadian manusia dikembangkan
secara parsial.
c.
Filsafat
Pendidikan Islam memperhatikan dan mengembangkan semua aspek kepribadian
manusia, mulai dari hati hingga akal, sedangkan filsafat pendidikan Barat hanya
memperhatikan akal saja.
d.
Ide-ide
dan gagasan dalam filsafat pendidikan Islam, selain berisifat teoritik, juga
bersifat realistik yang dapat diwujudkan dalam bentuk tingkah laku.[8]
Adapun Ide-ide dan gagasan dalam
filsafat pendidikan Barat sulit ditransformasikan dalam bentuk action,
apalagi dijadikan pandangan hidup.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan diantara filsafat
pendidikan Islam dan filsafat pendidikan Barat, yang jelas filsafat pendidikan
Islam harus bisa bersikap bijak dan selektif untuk mengambil nilai-nilai
positif dari filsafat pendidikan Barat[9].
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka
dapat kami simpulkan bahwa Dorongan ingin tahu sebagai hasrat alamiah manusia
merupakan entry point bagi lahirnya segala ilmu pengetahuan. Dengan kata
lain, kelahiran ilmu pengetahuan akan selalu diawali oleh rasa keingintahuan
manusia akan segala sesuatu. Apa yang diketahui manusia disebut dengan
pengetahuan. Ilmu yang mengkaji pengetahuan manusia disebut dengan Filsafat
Pengetahuan.
Filsafat pendidikan Islam sebgai sebuah
ilmu secara universal seyogyanya mempertanyakan darimana filsafat pendidikan
Islam dapat diambil, atau dengan kata lain, sumber-sumber apa saja yang dapat
menjadi pegangan keilmuan bagi filsafat pendidikan Islam.
Dan dalam telaah filsafat ilmu kali ini
menerangkan bahwa Filsafat pendidikan Islam bila di lihat dengan tiga aspek di
atas bisa di ketahui seluk beluk dari objek tersebut ? bagaimana hubungan
antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan
mengindera) yang membuakan pengetahuan? Epistemologi berusaha menjawab bagaimna
proses yang memungkinkan di timbulnya pengetahuan yang berupa ilmu.
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang
berupa ilmu itu di pergunakan atau tujunanya ilmu itu dibuat dan di pelajari.
Dan dalam Filsafat pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ali Riyadi,
2010. Filsafat Pendidikan Islam;Yogyakarta.Teras.
Aziz. Abd.2009. Filsafat Pendidikan Islam.
Yogyakarta.Teras.
TotoSuharto, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I;
Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006.
[2] Ibid, hal 18
[5] http://mp3soim.blogspot.combab-i-filsafat-pendidikan-islam-telaah.html
di akses pada /2013/09/22.
[6] Menurut Abdurrahman
Mas’ud, secara ontologis pendidikan Islam tidak mengenal adanya
dikotomi-dikotomi yang banyak menimbulkan kegagalan bagi dunia Pendidikan
Islam. Wahyu dan akal bukan hal yang dipertentangkan dalam Islam, tapi
dijembatani. Menggas Format Pendidikan Nondikotomi,Humanisme Religius sebagi
Paradigma Pendidikan Islam. hlm.44-47.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar