Translate

Rabu, 23 April 2014

FILSAFAT



FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
TELAAH FILSAFAT ILMU


Disusun oleh :
Akbar Solikhin (123 111 020)





PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SURAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dorongan ingin tahu sebagai hasrat alamiah manusia merupakan entry point bagi lahirnya segala ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, kelahiran ilmu pengetahuan akan selalu diawali oleh rasa keingintahuan manusia akan segala sesuatu. Apa yang diketahui manusia disebut pengetahuan.[1]
Ilmu yang mengkaji pengetahuan disebut Filsafat Pengetahuan (epistemology atau theory of knowledge). Menurut Koento Wibisono dalam bukunya Toto Suharto, ilmu ini lahir semenjak Imanuel Kant (1724-1804 M) menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang menunjukan batasan-batasan dan ruang lingkup pengetahuan secara tepat.[2]
Berfilsafat adalah berfikir bebas, radikal, kreatif dan ilmiah filsafat itu sendiri juga di pahami sebagai orientasi yang mencerahkan kehidupan sebagai kreatifitas akal. Maka lembaga pendidikan bukan berarti sesuatu yang hidup dalam menara gading dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat, akan tetapi sesuatu yang hidup menyatu dengan masyarakat dan berbagai persoalannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam di lihat dari Aspek Aksiologi?
2. Apa Hubungan Aspek Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam?
3. Apa Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam di lihat dari segi Aksiologi?


BAB II
PEMBAHASAN
Istilah pendidikan islam pada intinya mengacu pada pengertian pendidikan Islam secara filosofis, yang sampai saat ini istilah kejelasan pendidikan islam masih menjadi perdebatan dalam konsep dan realitanya. Pada dimensi lain pendidikan Islam akan menghadapi hukum perubahan yang berlangsung secara cepat.
Dampak dari perubahan era akan terasa dalam dunia pendidikan dan sangat berpengaruh kuat terhadap perkembangan masyarakat. Pola kehidupan masyarakat akan berubah sesuai dengan sifat dan ciri dari masing-masing era. Begitu pula dengan lembaga pendidikan akan mengalami pergeseran orientasi.
Orientasi yang di maksud adalah sangat jarang di temukan lagi lembaga pendidikan yang mempunyai misi kemanusian semata tetapi pelan tapi pasti akan bergeser ke arah orientasi yang bersifat pragmatis sesuai dengan kebutuhan era globalisasi dan industrialisasi, oleh karenanya membutuhkan terobosan pemikiran ganda bagi pengelola lembaga pendidikan Islam, supaya kecerdasan spiritual tidak mengalami abrasi modernisasi yang berorientasi pada kecerdasan intelektual saja[3].
A.  Filsafat Pendidikan Islam di lihat dari Aspek Ontologi
1.    Pengertian Filsafat Pendidikan Ilmu
Sebelum merambah jauh berbicara tentang pengertian Filsafat Pendidikan Islam,  sebaiknya disini diungkapkan dahulu apa itu filsafat. Ada dua pendapat berbeda mengenai asal-usul tema filsafat secara etimologi. Pertama, pendapat pertama menyebutkan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, falsafah. Pendapat ini diantaranya dikembangkan oleh Harun Nasution. Menurutnya, filsafat berasal dari kata Arab, falsafa dengan timbangan f’lala, fa’lalah, dan fi’lal. Dengan demikian, kata benda falsafa adalah falsafah dan filsaf.
Namun bahasa Indonesia menyebutkan filsafat padahal terma ini dilihat dari akar katanya bukan berasal dari kata Arab, falsafat dalam bahasa Indonesia itu, berasal dari kata fil (Inggris) dan safah (Arab), yang apabila keduanya digabungkan akan menjadi filsafat. Pendapat kedua, menyatakan bahwa terma filsafat berasal dari bahasa Inggris, philo dan sophia. Philo berarti cinta, dan sophia berarti ilmu atau hikmah.
Berikut dikemukakan beberapa pengertian filsafat menurut para ahli dari klasik hingga modern. Diantaranya adalah:
a)      Plato (427-347 SM) mengatakan bahwa filsafat itu tidak lain dari pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada.
b)      Aristoteles (384-322 SM) berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
c)      Al-Farabi (w. 950 M) mengungkapkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya.
d)     Kamus Besar Bahasa Indonesia menulis bahwa filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumannya.
e)      Fuad Hasan menggagas bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, radikal dalam arti mulai dari radiknya suatu gejala dari akarnya sesuatu yang hendak dipermasalahkan.
Dari berbagai pengertian filsafat diatas, kiranya dapat dikatakan bahwa para ahli telah merumuskan filsafat secara berbeda-beda. Hal ini mengindikasikan bahwa filsafat memang sulit didefinisikan. Dari pengertian ini,  maka ada unsur yang mendasari sebuah pemikiran filsafat diantaranya adalah sebagai berikut:
a)    Filsafat itu sebuah ilmu pengetahuan yang mengendalikan penggunaan akal (rasio) sebagai sumbernya.
b)   Tujuan filsafat adalah mencari kebenaran atau hakikat segala sesuatu yang ada.
c)    Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada.
d)   Metode yang digunakan dalam berpikir filsafat adalah mendalam, sistematik, radikal, dan universal.
e)    Filsafat itu menggunakan akal sebagai sumbernya, maka kebenarannya yang dihasilkannya dapat diukur melalui kelogisannya.
2.    Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Pembahasan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam sebenarnya merupakan jawaban dari pertanyaan apa itu objek Filsafat Pendidikan Islam? Ini merupakan kajian ontologis filsafat pendidikan islam sebagai sebuah ilmu. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian pendahuluan bab ini, bahwa setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek tertentu yang akan dijadikan sasaran pendidikan sasaran penyelidikan (objek material) dan yang akan dipandang (objek formal).
Objek material pendidikan Islam sama dengan objek filsafat pada umumnya, yaitu segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu yang ada mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak”. Sedangkan objek formal filsafat pendidikan islam adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang pendidikan Islam untuk dapat diketahui hakikatnya.
Oleh karena itu, objek formal yang dapat membuat filsafat Pendidikan Islam berbeda dengan yang lainnya, pembahasan ini akan ditekankan pada objek formalnya. Dalam konteks ini, Toto Suharto membagi objek formal filsafat Pendidikan Islam dalam dua kerangka, makro dan mikro. Makro adalah  melihat filsafat pendidikan Islam dari sumber teoretis-teoretis  filofofis, sedangkan yang dimaksud dengan mikro adalah melihat objek filsafat pendidikan Islam  dari segi praktis, pragmatis dalam sebuah proses pelaksanaanya[4].
3.    Obyek Kajian
Obyek filsafat terbagi menjadi dua obyek yaitu; obyek materi dan obyek formal filsafat. Yang disebut obyek materi adalah hal atau bahan yang akan diselidiki (hal yang menjadi sasaran penyelidikan), sedangkan obyek forma adalah sudut pandang (point of view), dari mana hal atau bahan tersebut dipandang. Obyek materi filsafat yang diselidiki mengenai semua yang ada : manusia, alam dan Tuhan, sedangkan obyek formal filsafat yang menyangkut hakikat, sifat dasar arti atau makna terdalam dari sesuaatu hal . Dengan kata lain bahwa objek filsafat Islam itu adalah meliputi :
1.      Objek materia filsafat ialah Semua yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok:
a.       Hakekat Tuhan;  
b.      Hakekat Alam dan
c.       Hakekat Manusia.
2.      Objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal    (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat.
Dari pemahaman di atas nampak bahawa Objek filsafat itu bukan main luasnya”, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya.
DR Musa As’arie menjelaskan bahwa objek dari Filsafat islam adalah membahas hakikat semua yang ada, sejak dari tahapan ontologis, hingga metafisis, membahas nilai-nilai yang meliputi epistemologis, estetika,dan etika yang disesuaikan dengan kecendrungan perubahan dan semangat zaman. Kajian filsafat Islam terhadap objek material dari waktu ke waktu mengkin tidak berubah, tetapi corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus kajiannya (objek formal) harus berubah dan menyesuaikan dengan perubahan, serta konteks kehidupan manusia, dan semangat baru yang selalu muncul dalam setiap perkembangan jaman.
Atas dasar pada bidang penyelidikan dari objeknya ini, maka filsafat dapat dibagi menurut objeknya adalah sebagai berikut:
1.    Ada Umum yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Eropa, ADA UMUM ini disebut “Ontologia” yang berasal dari perkataan Yunani “Onontos” yang berarti “ada”,
2.    Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan ia harus terus menerus ada, karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini disebut orang “Tuhan” dalam Bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan dalam Bahasa Arab disebut “Ilah” atau “Allah”.
3.    Comologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam yang menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena dimungkinkan Allah. “Ada tidak mutlak”, mungkin “ada” dan mungkin “lenyep sewaktu-waktu” pada suatu masa.
4.    Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak” maka juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.
5.    Etika: filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan lain-lain makhluk.
6.    Logika: filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal,. Maka penyelidikan tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebenarnya objek Filsafat Islam ialah sama dengan objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas, baik yang material maupun yang ghaib. Hanya Perbedaannya terletak pada subjek yang mempunyai komitmen Qur’anik.
B.  Aspek Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam
1)   Sumber-Sumber Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam sebgai sebuah ilmu secara epistemologis seyogyanya mempertanyakan darimana filsafat pendidikan Islam dapat diambil, atau dengan kata lain, sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi pegangan keilmuan bagi filsafat pendidikan Islam.
Filsafat pendidikan Islam berdasarkan ajaran Islam artinya bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah senantiasa dijadikan landasan bagi filsafat pendidikan Islam. Filsafat pendidikan Islam berdasarkan ajaran yang dijiwai Islam artinya selain Al-Qur’an dan As-Sunnah, filsafat pendidikan Islam juga mengambil sumber-sumber dari ajaran lain yang sejalan, atau tidak bertentangan dengan sumber-sumber ajaran lain yang sejalan, atau tidak bertentangan dengan pokok ajaran Islam.
Allah dalam konsep Filsafat Pendidikan Islam merupakan “Pendidik” Yang Maha Agung, yang bukan hanya mendidik manusia saja, melainkan juga makhluk seluruhnya. Oleh karena itu, filsafat Al-Qur’an tentang pendidikan bersifat menyeluruh dan terpadu, mengandung perkembangan  dan perubahan. Menyeluruh dalam arti meliputi wujud keseluruhannya. Terpadu artinya memadukan antara yang material dengan spiritual antara dunia dan akhirat.
2)   Pendekatan Studi Filsafat Pendidikan Islam
Pada prinsipnya, semua metode yang dapat digunakan dalam kajian filsafat dapat juga digunakan  bagi upaya pengembangan Filsafat Pendidikan Islam. Secara asasi, ada tiga metode yang dapat digunakan dalam penyelidikan filsafat, yaitu kontemplatif, spekulatif, dan dedukatif. Dari pendekatan studi filsafat dibawah ini akan dikemukakan mengenai pendekatan studi Filsafat Pendidikan Islam sebagai berikut[5]:
a)    Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif sering juga disebar pendidikan doktriner. Maksud dari pendekatna ini adalah melakukan studi dengan jalan membangun, meramu, dan memformulasikan sebuah pemikiran dalam mencari pemikiran dalam Filsafat Pendidikan Islam.

b)   Pendekatan Historis
Pendekatan historis digunakan dalam filsafat pendidikan Islam dengan cara mengadopsi metode yang  digunakan dalam penelitian sejarah Islam.
c)    Pendekatan Bahasa (linguistik)
Pendekatan linguistik atau bahasa digunakan dalam studi Filsafat Pendidikan Islam biasanya menekankan pada dua kategori yaitu analisis bahasa dan analisis konsep.
d)   Pendekatan kontekstual
Pendekatan konteks tual ini adalah pendekatan yang mencoba memahami  Filsafat Pendidikan Islam dalam konteks sosial, politik, budaya, dan sebagainya dimana pendidikan Islam itu berada.
e)    Pendekatan Filsafat Tradisional
Pendekatan ini adalah bahwa filsafat pendidikan itu berupaya mengkaji sistem-sistem atau aliran-aliran yang ada di dalamnya. Filsafat tradisional adalah filsafat sebagaimana terdapat dalam sistem, jenis serta filsafat.
f)    Pendekatan Filsafat Kritis
Didalam setiap agama selalu ditemukan aspek sakralis yang doktrinal-teologis dan aspek profanitas yang kultural sosiologi.
g)   Pendekatan Hermeneutik
Setiap teks, menurut Komaruddin Hidayat, lahir dalam sebuah wacana yang memiliki banyak variabel, seperti susana politik, ekonomis, sosiologis, psikologis, dan sebagainya.


C.  Filsafat Pendidikan Islam di lihat dari Aspek Aksiologi
1.      Urgensi Dan Fungsi Filsafat Pendididkan Islam
Pertanyaan yang perlu dikemukakan dalam pembahasan ini adalah untuk apa mempelajari filsafat pendidikan Islam? Jawabannya terhadap pertanyaan ini merupakan jawaban aksiologi, karena aspek aksiologinya biasanya mempertanyakan guna dan fungsi suatu ilmu pengetahuan. Secara umum, Knight menuturkan empat urgensi mempelajari Filsafat Pendidikan, yaitu
a)      Membantu para pendidik menjadi paham akan persoalan mendasar pendidikan.
b)      Memungkinkan para pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebeh baik mengenai berbagai tawaran yang merupakan solusi bagi persoalan-persoalan tersebut.
c)      Membekali para pendidik berfikir klarifikatif tentang tujuan-tujuan hidup dan pendidikan.
d)     Memberikan bimbingan dalam mengembangkan suatu sudut pandang yang konsisten secara internal, dan dalam mengembangkan suatu program pendidikan yang bersumber secara realistik dengan konteks dunia global yang lebih baik dan luas.
2.      Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam Dan Filsafat Pendidikan Barat.
Filsafat Pendidikan Islam yang berorientasi dengan wahyu dan filsafat pendidikian Barat yang murni rasional. Akan tetapi, mengingat epistemologi Islam tidak mengenal pertentangan antara wahyu dan akal,[6] maka perbandingan ini menjadi mungkin.
Disamping  itu, dalam beberapa hal, filsafat pendidikan Islam tak jarang mengambil konsep-konsep atau teoriteori yang berasal dari filsafat pendidikan Barat, sebagaimana dilakukan oleh kelompok filsafat pendidikan Islam kritis. Adopsi dan adaptasi semacam ini dilakukan karena yang menjadi keyakinan ilmiah kaum muslim adalah
a)      “Allah memberi hikmah kepada orang yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang diberi hikmah, maka sesungguh ia akan mendapatkan kebaikan yang banyak.”[7]
b)      “Perkataan hikmah itu adalah barang hilang kaum Mukmin, maka ia barhak atasnya di mana pun menemukannya.”
c)      “Ambilah hikmah itu dari mana pun datangnya.
d)     “Carilah ilmu pengatuhuan walaupun ke negeri Cina.
Dengan beberapa alasan di atas, perbandingan ini menjadi penting adanya dalam merumuskan sebuah filsafat pendidikan yang khas Islam, yang berbeda dengan filsafat pendidikan lainnya. Di lain pihak, pertandingan semacam ini perlu dilakukan dalam rangka tegak dan kokohnya epistimologi Filsafat Pendidikan Islam.


Berikut beberapa perbandingan di antara keduanya:
a.       Filsafat Pendidikan Islam berdasarkan pada wahyu, sedangkan filsafat pendidikan Barat berpijak pada humanistik murni dan filsafat pendidikan profan yang mengandalkan rasionalisasi.
b.      Filsafat pendidikan Islam berusaha mengembangkan pandangan integral antara yang profan dan yang sakral, sedangkan filsafat pendidikan Barat hanya mengembangkan aspek profan saja. Karena itu,  didalam  filsafat pendidikan  Barat, kepribadian manusia dikembangkan secara parsial.
c.       Filsafat Pendidikan Islam memperhatikan dan mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, mulai dari hati hingga akal, sedangkan filsafat pendidikan Barat hanya memperhatikan akal saja.
d.      Ide-ide dan gagasan dalam filsafat pendidikan Islam, selain berisifat teoritik, juga bersifat realistik yang dapat diwujudkan dalam bentuk tingkah laku.[8] Adapun Ide-ide dan gagasan dalam  filsafat pendidikan Barat sulit ditransformasikan dalam bentuk action, apalagi dijadikan pandangan hidup.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan diantara filsafat pendidikan Islam dan filsafat pendidikan Barat, yang jelas filsafat pendidikan Islam harus bisa bersikap bijak dan selektif untuk mengambil nilai-nilai positif dari filsafat pendidikan Barat[9].

BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Dorongan ingin tahu sebagai hasrat alamiah manusia merupakan entry point bagi lahirnya segala ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, kelahiran ilmu pengetahuan akan selalu diawali oleh rasa keingintahuan manusia akan segala sesuatu. Apa yang diketahui manusia disebut dengan pengetahuan. Ilmu yang mengkaji pengetahuan manusia disebut dengan Filsafat Pengetahuan.
Filsafat pendidikan Islam sebgai sebuah ilmu secara universal seyogyanya mempertanyakan darimana filsafat pendidikan Islam dapat diambil, atau dengan kata lain, sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi pegangan keilmuan bagi filsafat pendidikan Islam.
Dan dalam telaah filsafat ilmu kali ini menerangkan bahwa Filsafat pendidikan Islam bila di lihat dengan tiga aspek di atas bisa di ketahui seluk beluk dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan? Epistemologi berusaha menjawab bagaimna proses yang memungkinkan di timbulnya pengetahuan yang berupa ilmu.
 Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan atau tujunanya ilmu itu dibuat dan di pelajari. Dan dalam Filsafat pendidikan Islam.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ali Riyadi, 2010. Filsafat Pendidikan Islam;Yogyakarta.Teras.
Aziz. Abd.2009. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta.Teras.
TotoSuharto, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006.


[1]TotoSuharto, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006, hal 17
[2] Ibid, hal 18
[3]Ahmad Ali Riyadi,2010. Filsafat Pendidikan Islam;Yogyakarta.Teras. hal 11
[4] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, op cit, hal. 39-40.
[6] Menurut Abdurrahman Mas’ud, secara ontologis pendidikan Islam tidak mengenal adanya dikotomi-dikotomi yang banyak menimbulkan kegagalan bagi dunia Pendidikan Islam. Wahyu dan akal bukan hal yang dipertentangkan dalam Islam, tapi dijembatani. Menggas Format Pendidikan Nondikotomi,Humanisme Religius sebagi Paradigma Pendidikan Islam. hlm.44-47.
[7] Qs Al-Baqarah 269.
[8] Omar Mohamad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, hlm.51
[9] Aziz.Abd.2009. filsafat pendidikan islam. Yogyakarta.Teras. hal 119-150

Tidak ada komentar:

Posting Komentar